Suksesi Kepemimpinan dalam Parpol
|
Sebagai Muqaddimah ada contoh kasus yang menarik yakni tentang Politik Keputusan pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP yang diselenggarakan di Banten pada 4-5 September lalu memutuskan untuk memberhentikan Suharso Monoarfa sebagai ketua umum. Kasus tersebut merupakan satu diantara banyak kasus yang terjadi dalam dinamika politik di Indonesia.
Suksesi atau pergantian kepemimpinan dalam organisasi partai politik bukan suatu hal yang istimewa, karena semua anggota mempunyai cara agar tujuan yang telah disepakati dapat terwujud. Sekalipun terdapat pemimpin partai politik yang langgeng, hal tersebut dikarenakan adanya kemungkinan pemimpin tersebut adalah sosok yang sangat berkompeten. Proses suksesi tujuan parpol tetap dijalankan.
Pergantian pimpinan dalam partai politik tersebut merupakan salah satu contoh strategi input, dimana outputnya adalah membuat atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal ataupun materiil. Tak lepas dari pengaplikasian manajemen operasi didalamnya, dimana manajemen operasi berbicara tentang usaha pengelolaan (planning, organizing, actuacting, controlling) secara optimal penggunaan sumber daya. Menurut Ishak (2007) manajemen operasi erat kaitannya dengan pengelolaan input menjadi output sesuai dengan strategi yang direncanakan untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Secara garis besar, terdapat 3 faktor penting yang dapat mendorong terjadinya suksesi kepemimpinan pada parpol: meninggal dunia, mengundurkan diri, dan faktor politik. Khusus mengenai faktor ketiga yaitu faktor politik, menurut Fredrik Bynander dan Paul ’t Hart (2007) ada beberapa kemungkinan munculnya sebab tersebut. Pertama, kekalahan dalam pemilu. Hasil pemilu yang buruk adalah pemicu yang paling dominan sebagai faktor yang menyebabkan dilengserkannya seseorang dari kursi kepemimpinan parpol. Sebab kedua adalah adanya kompetisi dan dinamika internal seperti persaingan antar faksi; dan faktor ketiga yang mendorong serta berkontribusi pada lengsernya seorang pemimpin adalah terdapat skandal yang serius seperti perselingkuhan.
Suksesi dan Pelembagaan Parpol Namun demikian, suksesi akan berubah dari hal lumrah menjadi masalah besar jika justru memberi dampak buruk bagi keberlangsungan organisasi, misalnya dengan munculnya friksi dan konflik yang dapat memecah belah persatuan internal. Sebab itu, setiap parpol perlu untuk merencanakan dan mendesain suksesi kepemimpinannya secara baik agar pelaksanaannya akan selalu menciptakan stabilitas dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik, bukan sebaliknya yaitu menghadirkan perpecahan dan krisis. Dalam hal ini usaha pengelolaan planning, organizing, actuacting, controlling dibutuhkan.
Membuat keputusan biasanya menjadi bagian dari perencanaan karena setiap pilihan dibuat berdasarkan proses penyelesaian setiap rencana. Planning penting karena banyak berperan dalam menggerakan fungsi manajemen yang lain. Agar pekerjaan berjalan sesuai dengan visi, misi, aturan dan program kerja maka dibutuhkan controlling. Baik dalam bentuk supervisi, pengawasan, inspeksi hingga audit. Kata-kata tersebut memang memiliki makna yang berbeda, tapi yang terpenting adalah bagaimana sejak dini dapat diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengorganisasian. Sehingga dengan hal tersebut dapat segera dilakukan koreksi, antisipasi dan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan situasi, kondisi dan perkembangan zaman.
Jika usaha pengelolaan dilaksanakan dengan semestinya, maka pergantian pemimpin parpol menuai sukses. Tidak seperti pada umumnya yang terjadi di Indonesia. Usaha mensukseskan kepemimpinan nyaris selalu berujung pada perpecahan. Sebagian parpol bahkan harus terpecah menjadi beberapa bagian karena beberapa pengurus yang terlibat konflik memutuskan keluar dan mendirikan partai baru. Padahal menurut Monica dan Jean Charlet, pelaksanaan suksesi kepemimpinan merupakan salah satu indikator penting untuk menilai pelembagaan sebuah organisasi. Suatu organisasi yang tidak mampu meletakkan dasar pengaturan suksesi yang dapat diakui dan dipercaya oleh anggotanya sehingga pelaksanaan pergantian kepemimpinan selalu menimbulkan krisis masalah dan belum dapat dikatakan kuat.
Bagaimanapun semua ahli ketatanegaraan bersepakat bahwa pembangunan demokrasi mutlak membutuhkan kehadiran partai politik. Namun yang perlu disadari adalah tidak semua parpol dapat mengemban amanah dengan baik. Hanya partai yang modern dan terinstitusionalisasi secara kuat sajalah yang kehadirannya dapat diharapkan mampu mengembangkan kehidupan demokrasi yang lebih konstruktif. Partai tanpa kualifikasi sebagaimana tersebut di atas hanya akan menjadi beban dan benalu bagi demokrasi. Sebab itu, yang dibutuhkan dalam rangka pembangunan demokrasi di Indonesia bukan hanya sekadar ada parpol, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah kehadiran parpol yang berkualitas, solid, modern dan dikelola secara demokratis.
Penulis : Nailatul Lulu Atum Mabruroh (Mahasiswi FEB Program Magister Manajemen Universitas Jendral Soedirman Purwokerto)