
Pemilihan Umum (Pemilu) selama ini masih menjadi ladang subur untuk praktik-praktik politik uang (
money politic) di masyarakat. Sebagai sebuah penyakit yang menciderai sistem demokrasi, politik uang sudah lama tumbuh subur dalam sistem sosial kemasyarakatan kita. Sebuah penyakit yang selalu dirasakan kehadirannya pada saat diselenggarakannya hajatan pemilihan, baik pemilihan kepala desa, kepala daerah, maupun pemilu.
Ketidakpahaman masyarakat menjadi pintu masuk bagi oknum- oknum Partai Politik (Parpol) dan oknum Calon Anggota Legislatif (Caleg) untuk melakukan kecurangan-kecurangan melalui kampanye terselubung maupun politik uang dalam beragam bentuk. Kondisi tersebut yang kemudian menjadikan politik uang sebagai seuatu hal yang dianggp “biasa” oleh masyarakat. Padahal, sesungguhnya menjadi bagian dari kejahatan luar biasa (
extra ordinary crime), sebab selain melanggar aturan Pemilu, juga menjadi awal perilaku koruptif sebagian dari para wakil rakyat.
Sebagai penyakit laten dan sudah membudaya, tentu butuh upaya sistematis dan terkoordinasi dengan berbagai stakeholder dalam mencegah dan menindak praktik- praktik politik uang dalam pemilu, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Termasuk, dukungan dari masyarakat tentunya. Pencegahan praktk politik uang itu masih sulit berjalan optimal lantaran belum semua pemilih menghayati makna pilihannya sehingga kerap tergoda bujuk rayu, terutama dengan uang.
Berpijak pada keprihatinan tersebut, serta sebagaimana yang diatur dalam regulasi UU Pemilu, mengenai larangan dan ketentuan pidana money politik,
lahirlah konsep Desa Anti Politik Uang yang diatur dalam pasal pasal sebagai berikut : Pada
Pasal 278 Ayat (2) UU Pemilu yang berbunyi
“ Selama masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276, pelaksana, peserta, dan / atau tim kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk :
1
- Tidak menggunakan hak pilihnya
- Memilih Pasangan Calon
- Memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu
- Memilih calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tertentu; dan /atau
- Memilih calon anggota DPD tertentu
Pasal 280 Ayat (1) huruf j UU Pemilu yang berbunyi
“Pelaksana, peserta dan tim Kampanye Pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu “
2
Pasal 515 UU Pemilu yang
berbunyi “ Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang materi lainnya kepa Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)3
Pada Pasal 521 UU Pemilu yang berbunyi “ Setiap pelaksana, peserta, dan / atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)
4
Pada Pasal 523 Ayat (1) UU Pemilu, yang berbunyi “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 Ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)“
5
Pada Pasal 523 Ayat (2) UU Pemilu yang berbunyi “Setiap pelaksana, peserta, dan / atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah)
Pada Pasal 523 Ayat (3) UU Pemilu yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)
Sebuah politik yang sehat tentunya akan berpengaruh pula dengan kesehatan pemerintahan ke depan. Apabila politik itu dicederai dengan adanya praktik pembelian suara maka jangan pernah berharap bakal ada kemajuan untuk Negara. Beberapa indikator kerawanan politik uang antara lain banyaknya jumlah calon legislatif di desa bersangkutan, kultur pemilih pragmatis, dan rendahnya tingkat pendidikan serta ekonomi masyarakat setempat. Kondisi itu akan berpotensi mempengaruhi masyakat untuk terjebak dalam politik uang
Bawaslu Kabupaten Cilacap sebagai Lembaga Pengawasan Pemilu terus melakukan langkah- langkah strategis yang bertujuan untuk mencegah praktek-praktek pelanggaran pemilu salah satunya politik uang. Bawaslu Kabupaten Cilacap telah menemukkan
desa anti politik uang. Dimana desa- desa tersebut karakter masyarakatnya memiliki kesadaran politik tinggi mewujudkan demokrasi bersih dan bermartabat memiliki komitmen kokoh menolak dan melawan politik uang yaitu,
Desa Ciwalen Kecamatan Dayeuhluhur, Desa Karanganyar Kecamatan Gandrungmangu, Desa Ujung manik Kecamatan Kawunganten
Menurut hemat penulis terbentuknya desa anti politik uang adalah merupakan langkah strategis sebagai langkah awal akan lahirnya para pemimpin yang amanah, jujur dan dapat dipercaya karena dalam memperoleh kemenangannya tanpa menggunakan cara-cara yang melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 278 Ayat (2), Pasal 280 Ayat (1) huruf j, Pasal 515, Pasal 521, Pasal 523 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
Kontributor : JokoWaluyo